Pengertian, Latar Belakang, Tujuan dan Prinsip Otonomi Daerah

Pengertian Otonomi Daerah

Otonomi secara sempit diartikan sebagai “Mandiri”, sedangkan dalam arti luas adalah “Berdaya”. Jadi otonomi daerah adalah pemberian kewenangan pemerintah kepada pemerintah daerah untuk secara mandiri atau berdaya membuat keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri.

Sedang Desentralisasi menurut M. Turner dan D. Hulme adalah transfer pemindahan kewenangan untuk menyelenggarakan beberapa pelayanan kepada masyarakat dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Sedangkan Oeson Villispsi menurut Shahid. David Palli dan akwan-kawan adalah proses pemerintahan kekuasaan politik, fiskal., dan administratif kepada unit dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.

Jadi Otonomi daerah dapat diartikan pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, dalam pola pikir demikian, otonomi daerah adalah suatu instrumen politik dan instrumen administrasi/manajemen yang digunakan untuk mengoptimalkan sumber daya lokal, sehingga dapat dimanfaatkan sebenar-benarnya untuk kemajuan masyarakat di daerah, terutama menghadapai tantangan global, mendorong pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan kreatifitas, meningkatkan peran serta masyarakat, serta mengembangkan demokrasi dimana hal tersebut merupakan tujuan dari otonomi daerah.

Latar Belakang Otonomi Daerah

Sebagai respons dari krisis pada tahun 1997, pada masa reformasi dicanangkan suatu kebijakan restrukturisasi sistem pemerintahan yang cukup penting, yaitu melaksanakan otonomidaerah dan pengaturan perimbangan keuangan antarpusat dan daerah, paradigma lama dalam manajemen pemerintahan yang berporos pada sentralisme kekuasaan diganti menjadi kebijakan otonomi daerah yang tidak dapat dilepaskan dari upaya politik pemerintah pusat untuk merespon tuntutan kemerdekaan atau Negara federal dari beberapa wilayah yang  memiliki sumber daya alam melimpah, namun tidak mendapatkan haknya secara proporsional pada masa pemerintahan orde baru.

Otonomi daerah dianggap dapat menjawab tuntutan pemerintah pembangunan sosial ekonomi, penyelenggaraan pemerintah dan membangun kehidupan berpolitik yang efektif, sebab dapat menjamin penanganan tuntutan masyarakat secara variatif dan cepat. Beberapa alasan mengapa kebutuhan terhadap otonomi daerah di Indonesia adalah sebagai berikut:

  1. Kehidupan berbangsa dan bernegara selama ini sangat terpusat di Jakarta (Jakarta centris).
  2. Pembagian kekayaan dirasakan tidak adil dan tidak merata, daerah-daerah yang memiliki sumber kekayaan alam melimpah berupa minyak, hasil tambang dan hasil hutan.
  3. Kesenjangan sosial (dalam makna seluas-luasnya) antara satu daerah satu dengan daerah lain sangat terasa.

Baca Juga: Pengertian Geopolitik, Fungsi, Peranan dan Manfaat Geopolitik

Tujuan Otonomi Daerah

Tujuan otonomi daerah menurut pendapat beberapa ahli adalah sebagai berikut:

  1. Dilihat dari segi politik, penyelenggaraan otonomi dimaksudkan untuk mencegah penumpukan kekayaan di pusat dan membangun masyarakat yang demokratis, untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintah, dan melatih diri dalam menggunakan hak-hak demokrasi.
  2. Dilihat dari segi pemerintah, penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk mencapai pemerintah yang efisien.
  3. Dilihat dari segi sosial budaya, penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan agar perhatian lebih fokus kepada daerah.
  4. Dilihat dari segi ekonomi, otonomi perlu diadakan agar masyarakat dapat turut berpatisipasi dlaam pembangunan ekonomi di daerah masing-masing.

Sebagai para ahli pemerintahan juga mengemukakan pendapat lain tentang alsan perlunya otonomi-desentralisasi, yaitu:

  1. Untuk terciptanya efisien dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan.
  2. Sebagai sarana pendidikan politik.
  3. Sebagai persiapan karir politik.
  4. Stabilitas Politik.
  5. Kesetaraan Politik (political equality).
  6. Akuntabilitas, publik, demokrasi memberikan ruang dan peluang kepada masyarakat di daerah untuk berpatisipasi dalam segala bentuk kegiatan penyelenggaraan Negara.

tujuan otonomi daerah

Perkembangan UU Otonomi Daerah Di Indonesia

Pelaksanaan otonomidaerah (OTDA) di Indonesia telah mengalami perubahan sebanyak tujuh kali yang ditandai dengan perubahan UU OTDA/Desentralisasi, yaitu:

  1. UU Nomor 1 Tahun 1945, tentang pemerintahan daerah. Dalam undang-undang ini ditetapkan daerah otonomi adalah keresidenan, kabupaten, dan kota. Tetapi tidak ada peraturan pemerintah (PP)-nya, sehingga tidak dilaksanakan dan usianya hanya tiga (3) Tahun.
  2. UU Nomor 22 Tahun 1948, tentang susunan Pemda yang demokratis. Dalam undang-undang ini ada dua jenis daerah otonomi yaitu, daerah otonomi biasa dan daerah otonomi istimewa. Juga ditentukan tingkatan daerah otonomi, yaitu: provinsi, kabupaten kota, besar dan kecil/kota kecil. Dalam undnag-undnag ini, pemerintah pusat memberikan hak istimewa kepada beberapa daerah di jawa, bali, Minangkabau, dan Palembang untuk menghormati daerah tersebut guna melakukan pengaturan sendiri daerahnya mengenai hak dan asal-usul daerah.
  3. UU Nomor 1 Tahun 1957, tentang Pemerintahan daerah yang berlaku menyeluruh dan bersifat seragam.
  4. UU Nomor 18 Tahun 1965, tentang pemerintahan daerah yang menganut otonomi yang seluas-luasnya.
  5. UU Nomor 5 Tahun 1974, tentang pokok-pokok penyelenggaraan pemerintah pusat di daerah, Undang-undang ini usianya paling panjang yaitu 25 tahun.
  6. UU Nomor 22 Tahun 1999, tentang OtonomiDaerah.
  7. UU Nomor 25 Tahun 1999, tentang Perimbangan keuangan Pusat dan daerah.
  8. UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Perimbangan daerah. Dalam undnag-undang ini terlihat jelas pembagian urusan pemerintah, dimana pemerintah pusat menjalankan urusan dalam pembuatan perundang, politik luar Negeri, pertahanan, keamanan, yutisi, kebijakan fiskal dan moneter, serta agama.
  9. UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. UU ini mengatur pembayaran pembanunan daerah yang bersumber dari PAD, dana perimbangan dan pendapat lain-lain.

Model Desentralisasi

Model Desentralisasi adalah pola penyerahan kewenangan pemerintah oleh pemerintah kepada daerah otonomi untuk mengatur dan menangani urusan pemerintah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurut Rondinelli, model desentralisasi ada empat macam yaitu:

  1. Dekonsentrasi yaitu pelimpahan wewenang pemerintah oleh pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan atau kepada instansi vertical dan wilayah tertentu.
  2. Delegasi adalah pelimpahan pengambilan keputusan dan kewenangan manajerial untuk melakukan tugas-tugas khusus kepada suatu organisasi, yang tidak secara langsung berada di bawah pengawasan pemerintahan pusat.
  3. Devolusi adalah transfer kewenangan untuk pengambilan keputusan, keuangan dan manajemen kepada unit otonomi pemerintah daerah.
  4. Privatisasi adalah tindakan pemberian kewenangan dari pemerintah kepada badan-badan sukarela, swasta dan swadaya masyarakat.

Pembagian Urusan Pemerintah

Menurut UU Nomor 32 tahun 2004, tentang Otonomi daerah, urusan pemerintah dapat dibagi kedalam pemerintah pusat, pemerintahan daerah tingkat I dan pemerintahan tingkat II. Pembagian urusan pemerintah tersebut meliputi:

  1. Urusan Pemerintah Pusat, meliputi enam bidang yaitu:
  2. Politik Luar Negeri
  3. Pertahanan
  4. Keamanan
  5. Yustisi
  6. Moneter dan Fiskal Nasional
  7. Agama
  8. Urusan Pemerintah Pusat, meliputi enam bidang yaitu:
  9. Perencanaan dan Pengendalian pembangunan
  10. Perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang
  11. Penyelenggaraan, ketertiban umum dan ketentraman masyarakat
  12. Penyediaan sarana dan prasarana umum
  13. Penyediaan bidang kesehatan
  14. Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial.
  15. Pelayanan bidang ketanaga kerjaan lintas kabupaten/kota
  16. Penanggulangan masalah sosial kabupaten/kota
  17. Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menngah termasuk lintas kabupaten/kota
  18. Urusan Wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah Kabupaten/Kota, meliputi 15 bidang yaitu:
  19. Perencanaan dan pengendalian pembangunan
  20. Perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang
  21. Penyelenggaraan, ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.
  22. Penyediaan sarana dan prasarana umum
  23. Penyediaan bidang pendidikan
  24. Penanggulangan masalah sosial
  25. Pelayanan bidang ketenaga kerjaan
  26. Penanggulangan masalah sosial kabupaten/kota
  27. Pengendalian lingkungan hidup

Otonomi daerah dan Demokratisasi

Otonomi daerah merupakan bagian tak terpisahkan dari sistem demokrasi yang berintikan kebebasan kepada individu, kelompok, daerah untuk mengatur, mengendalikan, serta menyelenggrakan pemerintahan sendiri dan dikendalikan oleh masyarakat pusat. Tujuan utama adanya kebijakan otonomidaerah adalah sebgai uapaya mewujudkan:

  1. Kesetaraan politik (politicial equality), yaitu hak warga negara untuk mendapatkan kesetaraan atau kesamaan politik.
  2. Tanggung jawab daerah (local accountability), yaitu masyarakat daerah dapat secara langsung ikut bertanggung jawab dalam pembangunan mengembangkan segala potensi sumber daya alam (SDA), sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya buatan (SDB) yang ada pada daerah bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat dan daerahnya.
  3. Kesadaran daerah (local responsiveness) yaitu kesadaran daerah untuk menumbuhkembangkan segenap potensi yang dimilikinya bagi masyarakat maupun Negara.

Sedangkan prasyarat yang harus dipenuhi untuk mencapai tujuan dari kebijakan otonomi di daerah adalah:

  1. Memiliki teritorial kekuasaan yang jelas (legal territorial of power), yaitu kebijakan dan keputusan yang dibuat serta dilakukan pemerintahan dan rakyat daerah adlah hanya meliputi batas wilayah daerah kekuasaan daerah tersebut.
  2. Memiliki pendapatan daerah sendiri (legal territorial of power), yaitu agar daerah memiliki pendapatan (income) sendiri yang dihasilkan dari potensi SDA daerah dan diperoleh dari dana alokasi umum (DAU) dan (dana Alokasi Khusus) yang berasal dari APBN.
  3. Memiliki badan perwakilan (local representative body) yaitu dapat memiliki badan legislatif dan eksekutif yang dibentuk menurut kebutuhan daerah oleh anggota legislatif hasil pemlihan secara langsung dan kepala pemerintah daerah.
  4. Memiliki kepala daerah yang dipilih sendiri melaui pemilu (local leaderexecutive by) yaitu dapat memiliki kepala daerah (gubernur, bupat/walikota) yang merupakan hasil pemilu langsung kepala daerah (PILKADA) oleh rakyat daerah provinsi atau kabupten/kota.

Posisi pemerintah sangat penting untuk memberikan dukungan berupa landasan hukum, seperti UU Nomor 32 Tahun 2004, tentang Otonomi Daerah. Jadi inti pelaksanaan Otonomi daerah adalah adanya keleluasan pemerintah sendiri atas dasar kreativitas dan peran serta aktif masyarakat dala mengembangkan dan memajukan daerahnya.Memebrikan otonomi daerah tidak hanya berarti melaksanakan demokrasi di lapisan bawah, tetapi juga mendorong masyarakat untuk melaksanakan sendiri apa yang dianggap penting bagi lingkungannya.

Implementasi Otonomi Daerah

Implementasi otonomi daerah bagi daerah 1 dan tingkat 2, seiringan dengan pelimpahan wewenang pemerintah pusat dan dikelompokkan dalam lima bidang yaitu implementasi dalam pembinaan wilayah, pembinaan sumber daya manusia, penanggulangan dan percepatan penurunan kemiskinan, penataan hubungan fungsional antara DPRD dan pemerintah daerah, serta peningkatan koordinasi atau kerja sama tim (team work).

Implementasi Otonomi Daerah Dalam Pembinaan Wilayah

  1. Pelaksanaan otonom daerah tidak secara otomatis menghilangkan tugas, dijalankan bukan otonomi tanpa batas, penjelasan pasal 18 UUD 1945 menyatakan bahwa indonesia itu suatu eenheidstaat”, Indonesia tidak akan mempunyai daerah dengan status staat atau Negara. Otonomi tidak dirancang agar suatu daerah memiliki sifat-sifat seperti suatu Negara. Pemerintah pusat dalam kerangka otonomi masih melakukan pembinaan wilayah.
  2. Pilar pembinaan wilayah dilaksanakan denan mendelegasikan tugas-tugas pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dilaksanakan, dan dipertanggungjawabkan oleh pemerintah daerah.
  3. Tugas dan fungsi pembinaan wilayah meliputi prinsip pemerintah umum yaitu penyelenggaraan pemerintah pusat di daerah, memfasilitasi dan mengakomodasikan kebijakan daerah, menciptakan ketentraman dan ketertiban umum, menjaga tertibnya hubungan lintas batas dan kepastian batas wilayah, meyelenggarakan kewenangan daerah, dan menjalankan kewenangan lain.
  4. Pejabat pembina wilayah di laksanakan oleh kepala daerah yang menjalanakan dua macam urusan pemerintahan yaitu urusan daerah dan urusan pemerintahan umum.

Implementasi Otonomi Daerah Dalam Pembinaan Sumber Daya Manusia

  1. Pelaksana otonomi daerah memberi wewenang pembinaan sumber daya manusia kepada daerah. Hal ini menjadi tugas berat bagi daerah, karna SDM pada umumnya mempunyai tingkat kompetensi, sikap dan tingkah laku yang tidak maksimal. Menurut Kaloh (2002) banyak faktor yang menyebabkan kinerja pegawai negeri sipil (PNS) rendah, yaitu:
  1. Adanya monoloyalitas PNS bermain politik praktis atau tersembunyi.
  2. Proses rekruitmen PNS masih tidak sesuai dengan ketentuan yanga da berdasarkan jenis dan persyaratan pekerjaan.
  3. Rendahnya tingkat kesejahteran.
  4. PNS terkesan kurang ramah, kurang informasi dan lamban dalam memberikan ekerjaan.

b. Dalam era otonomi, daerah harus mempersiapkan SDM untuk memnuhi kebutuhan dengan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas. Pemerintah daerah membutuhkan PNS yang tanggap, responsif, kreatif dan bekerja secara efektif.

c. Untuk menunjang kinerja daerah dalam rangka kerjasama antara daerah dan pusat, pemda membutuhkan SDM yang mempunyai kemampuan mengembangkan jaringan dan kerjasama tim.

d. Mengurangi penyimpangan pelayanan birokrasi.

Implementasi Otonomi Daerah Dalam Penanggulangan Kemiskinan

  1. Masalah kemiskinan adalah masalah penting bagi pemerintah daerah, otonomi memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengelola sumber daya dengan tujuan peningkatan kesejahteraan penduduk wilayahnya.
  2. Pengentasan kemiskinan menjadi tugas penting dari UU Nomor 25 Tahun 1999, dimana pemda mempunyai wewenang luas dan didukung dana yang cukup dari APBD.
  3. Program penanggulangan kemiskinan harus dilakukan terpadu berdasarkan karakter penduduk dan wilayah dengan melakukan koordinasi antar instansi yang terkait.
  4. Pembangunan dalam rangka penanggulangan kemiskinan harus mengedepankan peran masyarakat dan sektor swasta, dengan melakukan investasi yang dapat menyerap tenaga kerja dan apsar bagi penduduk miskin.

Implementasi Otonomi Daerah Dalam Hubungan Fungsional Eksekutif dan Legislatif

  1. Hubungan eksekutif (pemda) dan legislative (DPRD) dalam era otonomi mencuap dengan munculnya ketidak harmonisan antara pemda dan DPRD. Ketidakharmonisan di [picu oleh interpresi dari UU Nomor 22 Tahun 1999, yang menyatakan bahwa peran legislative lebih dominan dibandingkan peran pemda, dan hal ini bertentangan dengan kondisi sebelumnya dimana pemda lebih dominan daripada DPRD.
  2. Kepala daerah mempunyai wewenang, memimpin penyelenggaraan pemerintah daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan DPRD, bertanggung jawab kepada DPRD dan menyampaikan laporan atas penyelenggaraan pemerintah daerah kepada Presiden melalui Mendagri, minimal satu tahun sekali melalui Gurbernur.
  3. Kepala daerah dan DPRD dalam melakukan tugasnya dapat melakukan tugasnya dapat melakukan komunikasi yang intensif, baik untuk tukar-menukar informasi dan pengembangan regulasi maupun klarifikasi suatu maslaah.
  4. Prinsip kerja dalam hubungan DPRD dan kepada daerah adalah proses pembuatan transparan, pelaknaan melalui mekanisme akuntabilitas, berbeda berdasarkan susduk yang mencakup kebijakan, prosedur dan tata ekrja, menjalankan prinsip kompromi dan menjunjung tinggi etika.

Implementasi Otonomi Daerah Dalam Membangun Kerja Sama Tim

  1. Koordinasi merupakan maslah yang serius dalam pemerintah daerah, sering bongkar pasang sarana dan prasarana seperti PAM, PLN dan Telkom.
  2. Dalam rangka otonomi, dimana pemda mempunyai weweanang mengatur selain enam bidang yang diatur pusat, maka pemda dapat mengatur koordinasi sektor riil.
  3. Lemahnya koordinasi selama otonomi daerah telah menimbulkan dampak negatif.
  4. Penyebab kurangnya koordinasi dalam era otonomi daerah di pemda antara lain karena sesama instansi belum mempunyai visi yang sama, tidak adanya rencana pembangunan jangka panjang yang menyebabkan arah kebijakan tidak strategik, rendahnya kemauan bekerjasama, gaya, kepemimpinan yang masih komando.

Terkait dengan implementasinya, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk keberhasilan otonomi daerah yaitu:

  1. Meningkatkan kulaitas SDM yang dapat dilakukan melalui:
  2. Pelaksanaan seleksi PNS yang jelas, ketat dan baik, serta berdasarkan pekerjaan dan spesifikasi lowongan pekerjaan.
  3. Meningkatkan kopetensi, keterampilan dan sikap melalui pendidikan dan pelatihan, sesuai dengan kebutuhan pemerintah daerah, serta mengevaluasi keefektifan program pendidikan dan pelatihan.
  4. Menindaklanjuti ketentuan undang-undang tentang otonomi dengan peraturan daerah yang terkait dengan kelembagaan, kewenangan, tanggung jawab, pembiyaan, SDM dan sarana penunjang terhadap penugasan wewenang yang dilimpahkan pemerintah pusat.
  5. Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam.
  6. Mengembangkan sistem manajemen pemerintahan yang efektif, objektif, rasional dan modern.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here